SERTIFIKASI PROFESI HAKI, KETRAMPILAN PRAKTISI, DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI
Dua hal utama yang banyak mewarnai antara lain adalah:Secara hukum PBI-71 sudah tidak boleh lagi digunakan sebagai pegangan praktek, karena disamping sudah adanya dokumen pengganti yang legal, SNI Beton 03-2847-2003 akurasi dan kebenaran teknologi yang diwakili sudah jauh tertinggal hingga rekomendasi yang dikandung tidak lagi cukup aman bagi performance bangunan yang diharapkan. Mempelajari dan memahami konsep SNI Beton 2003 seharusnya tidak sukar karena tersedianya referensi yang baik dan lengkap yaitu ACI 318 yang saat ini telah hadir versi th 2008-nya.
- Masih banyak praktisi yang menggunakan PBI-71 sebagai pegangan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pekerjaan struktur beton, termasuk masalah sederhana tapi sangat penting yaitu penerimaan beton di lapangan, dan
- Masih terbatasnya pemahaman praktisi mengenai konsep dasar bangunan tahan gempa. Hal yang sangat esensial untuk praktisi konstruksi di wilayah Indonesia yang mayoritas rawan gempa.
Pesatnya kemajuan teknologi bangunan tahan gempa yang terrefleksikan dalam perubahan Code gempa dunia sejak tahun 2000-an mendorong perlunya merevisi total SNI Gempa 03-1726-2002 dengan segera. Kesepakatan HAKI untuk mengadop rekomendasi IBC-2006 dan ASCE 7-05 sebagai pengganti SNI GEMPA 2002 merupakan jawaban atas masalah ini.
Jika masih kurang pemahaman mengenai perbedaan tanggung jawab antara Ahli Muda, Ahli Madya, dan Ahli Utama dalam jenjang praktek keprofesionalan di HAKI, mungkin penjelasan ini bisa menjawabnya :
Ahli Muda dapat dikaitkan dengan istilah “Tukang Insinyur” yang tugas dan tanggung jawabnya terbatas jadi 'TUKANG NGITUNG/PELAKSANA”.
Ahli Madya adalah “Insinyur” di bidangnya, yang juga mampu menjadi leader dalam tim multidisiplin dan mampu memberi solusi atas masalah yang dihadapi.
Ahli Utama adalah Pakar di bidang nya yang menguasai baik teori maupun praktek, selalu mengikuti perkembangan state-of-the-arts ilmunya, dan mampu jadi panutan teknik bagi lingkungannya.
Provinsi DKI Jakarta sudah memberlakukan Peraturan Gubernur Tentang Surat Izin Pelaku Teknis Bangunan (SIPTB). Kutipan dari Pasal 2 ayat 1 Pergub No.132 Thn 2007, adalah :
" Setiap kegiatan penyelenggaraan bangunan yang meliputi pekerjaan perencanaan, pengawasan pelaksanaan, pemeliharaan dan pengkajian teknis bangunan harus dilakukan dan dipertanggung jawabkan oleh tenaga ahli yang memiliki IPTB dari gubernur "
Jadi, dengan sudah diberlakukannya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 132 Tahun 2007 tentang Surat Izin Pelaku Teknis Bangunan (SIPTB), maka kepemilikan Sertifikat Keahlian sudah resmi menjadi prasyarat untuk mendapatkan SIPTB di wilayah Jakarta.
Bagaimana dengan kita para engineer di Sumatera Utara ? Sudahkah menjadi anggota dari suatu perhimpunan profesi dan mengikuti sertifikasi keahlian ? Tentunya semua berpulang ke diri kita masing - masing.
*sumber : news letter HAKI bulan Mei
Kamis, 28 Mei 2009
IZIN PELAKU TEKNIS BANGUNAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ernie Shinta Sitanggang via FB:
jangankan di dunia konstruksi. Dosen aja ada yang ogah mengajarkan SNI, dengan berbagai alasan masih mengajarkan PBI 1971. Bilang aja malas belajar. Dosennya saja malas mengajarkan standard yang terbaru,sehingga sekarang perlu ada badan sertifikasi.Padahal,di dunia pendidikanlah sebenarnya tempat menimba ilmu yang benar dan tepat.Mau jujur, dengan adanya badan sertifikasi ini membuktikan bahwa kita para dosen masih disangsikan keprofesionalannya.
Caroline_82 :
Makasih kak Erni...
Posting Komentar